Oleh: Rifa Musyaropah
Bidang Ekonomi Kreatif (EKRAF)
(Sumber: detik.com)
Bencana merupakan serangkaian peristiwa baik yang terjadi secara alami maupun karena akibat dari aktivitas manusia yang menimbulkan kerugian korban jiwa, material maupun sosial (Dube, 2020). Suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai bencana, jika peristiwa tersebut menimbulkan kerugian bagi manusia (Gaillard et al., 2019). Tingkat kerugian akibat bencana bergantung kepada jenis kejadian, frekuensi, magnitud dan komponen risiko yang terpapar. Indonesia disebut juga negara agraris dan negara kepulauan dimana negara Indonesia terletak pada posisi geografis, hidrologis, geologis dan demografis yang rawan bencana (Wibowo, 2020). Bencana yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah angin puting beliung. BNPB mencatat bahwa sepanjang tahun 2007-2019 telah terjadi bencana angin puting beliung sebanyak 16 kali di Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan. Kejadian tersebut telah menimbulkan dampak kerugian berupa korban jiwa dan kerusakan pada bangunan. Bahkan pada awal tahun 2020, Kabupaten Sidenreng Rappang kembali mengalami kejadian bencana angin puting beliung. Terdapat 1.240 unit rumah yang mengalami kerusakan dan dua orang mengalami luka akibat kejadian ini (Purba, 2020). Bencana angin puting beliung juga baru saja melanda di Jawa Barat Kabupaten Bandung dan Sumedang pada Feberuari 2024. BPBD Kabupaten Bandung mencatat rumah rusak 493 unit. Kerusakan rumah warga yang terjadi pada tingkat rusak ringan hingga berat. Rincian rumah rusak di wilayah Kabupaten Bandung, yaitu rumah rusak ringan sebanyak 223 unit, rusak sedang 119 dan rusak berat 151. Selain rumah, tercatat 18 bangunan pabrik dan toko terdampak angin kencang pada Rabu kemarin. Sedangkan dampak korban jiwa, BPBD Kabupaten Bandung mencatat adanya 422 KK atau 1.359 jiwa terdampak. Korban luka-luka mencapai 21 jiwa. Tidak ada korban meninggal dunia akibat peristiwa tersebut.
Orang Indonesia biasa menyebut angin puting beliung dengan angin puyuh, angin leyus, atau angin ribut. Di daerah Sumatera, angin puting beliung disebut dengan Angin Bohorok. Sementara angin puting beliung yang ada ada di Amerika yaitu Tornado mempunyai kecepatan sampai 320 km/jam dan berdiameter 500 meter. Puting beliung jika ditinjau berdasarkan klasifikasi menurut BNPB, maka termasuk dalam fenomena cuaca ekstrim, sedangkan berdasarkan klasifikasi UNISDR termasuk ke dalam fenomena hidrometeorologis. Puting beliung merupakan angin ribut yang identik dengan pusaran berbentuk seperti corong yang bergerak dengan kecepatan tinggi dan memiliki daya rusak tinggi bagi wilayah yang dilaluinya (Refan et al., 2020).
Puting beliung adalah angin yang berputar keluar dari awan cumulonimbus dengan kecepatan lebih dari 34,8 knotsatau 64,4 km/jam. Sedangkan menurut (Iryanthony,2015), puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 60–90 km/jam yang berlangsung 5- 10 menit akibat adanya perbedaan tekanan sangat besar dalam area skala sangat lokal yang terjadi di bawah atau di sekitar awan Cumulonimbus. Awan Cumulonimbus ini merupakan salah satu jenis awan yang berbahaya dan menimbulkan cuaca ekstrim. Awan Cumulonimbus mempunyai daya rusak tinggi dan akan berwarna gelap pada tahap matang. Kejadian alam yang mengikuti pada fase ini seperti suhu udara turun, hembusan angin kencang, dan hujan lebat yang disertai atau tidak oleh badai guntur. Peristiwa angin puting beliung sering terjadi pada musim transisi (pancaroba) atau pada musim hujan dikarenakan banyaknya terbentuk awan Cumulonimbus pada musim tersebut. Umumnya waktu kejadian angin puting beliung pada siang atau sore hari dengan durasi kejadian yang singkat namun bersifat sangat merusak bagi daerah yang dilewati angin tersebut (Satriyabawa dan Pratama, 2016).
Angin puting beliung terjadi pada daerah yang memiliki gradien temperature yang besar. Gradien temperature berpengaruh kepada gradien tekanan dan kecepatan angin. Angin berhembus dari daerah bertemperatur rendah menuju daerah bertemperatur tinggi atau daerah bertekanan tinggi menuju daerah bertekanan rendah (Supriyono, 2015).
Angka kejadian bencana angin puting beliung relatif tinggi, berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana angin puting beliung memberikan kontribusi sebesar 21% dari semua bencana yang terjadi di Indonesia. Faktor pendorong terjadinya pergerakan angin adalah adanya perbedaan tekanan udara antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Angin bertiup dari tempat bertekanan tinggi ke tempat yang memiliki tekanan lebih rendah. Angin dapat bergerak secara vertikal dengan kecepatan yang berfluktuasi dan bervariasi. Angin bergerak secara berliku-liku sesuai dengan medan yang dilewatinya. Pergerakan angin cepat terjadi apabila resistensi media yang dilaluinya lebih rendah. Indonesia merupakan daerah beriklim tropis yang memiliki kelembaban di atas 75%, hal ini menyebabkan terjadinya ketidakstabilan massa udara (Darman, 2019).
Proses terjadinya angin puting beliung biasanya terjadi pada musim pancaroba dimana pada siang hari suhu udara panas,pengap,dan awan hitam mengumpul, akibat radiasi di siang hari tumbuh awan secara vertical, selanjutnya di dalam awan tersebut terjadi pergolakan arus udara naik dan turun dengan kecepatan yang cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan kecepatan tinggimenghembus kepermukaan bumi secara tiba-tiba dan berjalan secara acak. Daerah yang memiliki tingkat bahaya bencana angin puting beliung yang tinggi memiliki karakteristik wilayah dengan penggunaan lahan terbuka atau pemukiman, morfologi yang datar, suhu permukaan yang tinggi, dan curah hujan yang tinggi. Sehingga untuk menentukan tingkat bahaya bencana angin puting beliung dapat menggunakan parameter curah hujan, suhu permukaan, kemiringan lereng, dan penutupan lahan. Dampak yang terjadi akibat bencana angin putting beliung diantaranya rusaknya rumah dan infrastruktur suatu daerah, dapat menimbulkan korban jiwa manusia, kerugian material, dan terganggunya kegiatan ekonomi dan bahkan mengalami peristiwa traumatis bencana angin puting beliung (Hanifah, 2020).
Menurut Syafitri (2021), puting beliung merupakan angin ribut yang identik dengan pusaran berbentuk seperti corong yang bergerak dengan kecepatan tinggi dan memiliki daya rusak tinggi bagi wilayah yang dilaluinya. Adapun arahan mitigasi yang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat bahaya bencana angin puting beliung, sebagai berikut:
1. Perencanaan tata guna lahan atau rencana pola ruang.
2. Pembangunan bangunan yang tahan terhadap angin puting beliung, khususnya pada daerah tingkat bahaya tinggi dan sedang.
3. Pembuatan kawasan hutan kota atau ruang terbuka hijau.
4. Penyuluhan atau pembekalan terkait pencegahan dan penanggulangan bencana angin puting beliung kepada masyarakat.
5. Pengendalian alih fungsi lahan atau konversi penggunaan lahan
DAFTAR PUSTAKA
Darman,R (2019). ANALISIS DATA KEJADIAN BENCANA ANGIN PUTING BELIUNG DENGAN METODE ONLINE ANALYTICAL PROCESSING (OLAP). SINTECH Journal,1-23.
Dube, E. (2020). The build-back-better concept as a disaster risk reduction strategy for positive reconstruction and sustainable development in Zimbabwe: A literature study. International Journal of Disaster Risk Reduction.
Gaillard, J. C., van Niekerk, D., Shoroma, L. B., Coetzee, C., & Amirapu, T. (2019). Wildlife hazards and disaster risk reduction. International Journal of Disaster Risk Reduction, 55–63.
Hanifah.U.N .(2020) . GAMBARAN KECEMASAN ANAK DENGAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER SEBAGAI DAMPAK BENCANA ALAM ANGIN PUTING BELIUNG Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa Volume 3 No 2, Hal 173 – 184.
Iryanthony,s.b. (2015). PENGEMBANGAN MODUL KESIAPSIAGAAN BENCANA ANGIN PUTING BELIUNG UNTUK MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI UNNES. Jurnal Geografi Media Infromasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian Vol 2 No 2.
Refan, M., Romanic, D., Parvu, D., & Michel, G. (2020). Tornado loss model of Oklahoma and Kansas, United States, based on the historical tornado data and Monte Carlo simulation. International Journal of Disaster Risk Reduction, 43.
Satriyabawa, I K.M. dan W.N. Pratama. 2016. Analisis Kejadian Puting Beliung di Stasiun Meteorologi Juanda Surabaya Menggunakan Citra Radar Cuaca dan Model WRF-ARW (Studi Kasus Tanggal 4 Februari 2016). Prosiding SNSA 2016, hal: 89-97.
Supriyono, P. (2015). Seri Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Angin Puting Beliung. Yogyakarta: Andi.
Syafitri, A. N. (2021). ANALISIS TINGKAT BAHAYA BENCANA ANGIN PUTTING BELIUNG BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOG Jurnal Environmental ScienceRAFIS DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG. Volume 3 Nomor 2,128-139.
Tiara, S. I. (2023). POTENSI ANGIN PUTING BELIUNG DI PULAU JAWA DAN DAMPAKYA PADA LINGKUNGAN. Jurnal Sains Riset | Volume 13, Nomor 1,76-82.
Wibowo,Y.A. (2019). Penguatan Literasi Mitigasi Bencana Angin Puting Beliung untuk Peningkatan Kapasitas Masyarakat Desa Munggur, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Jurnal Warta LPM Vol. 23, No. 2,165-179.
Comments