top of page
Search

Bahaya Monkeypox/Cacar Monyet

Oleh: Terasgara Fauzan Firizky Ramasaba

LSIST

Bidang KOMINFO


Kemunculan penyakit Monkeypox/cacar monyet kembali menghebohkan dunia kesehatan. Setelah redanya covid-19 dunia kesehatan kembali dihebohkan dengan menyebarnya penyakit Monkeypox di beberapa negara termasuk Indonesia. Kementerian Kesehatan (KEMENKES) Indonesia melaporkan selama periode 2022-2024 telah terjadi 88 kasus Monkeypox di Indonesia. Penyakit Monkeypox/cacar monyet disebabkan oleh virus Monkeypox yang merupakan anggota genus Orthopoxvirus dalam keluarga Poxviridae. Monkeypox pertama kali terdeteksi pada tahun 1958 di Copenhagen pada spesies monyet.


Monkeypox pada awalnya merupakan penyakit endemik di beberapa negara Afrika tengah seperti Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah, Republik Kongo, Gabon dan Kamerun. Pada bulan Mei 2022 kasus Monkeypox mulai menyebar ke benua Eropa dan beberapa negara lainnya. Monkeypox disebabkan oleh virus yang termasuk dalam genus Orthopoxvirus, subfamili Chordopoxvirinae, dan famili Poxviridae (Budiyanto. L dkk, 2023). Virus Monkeypox dapat ditemukan pada lesi kulit, sistem pernapasan, saluran pencernaan, dan sistem kardiovaskular. Pada manusia, Monkeypox dapat ditularkan melalui gigitan hewan, kontak dekat, lesi kulit, darah, atau cairan tubuh. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak seksual.

Infeksi virus Monkeypox terbagi menjadi tiga fase diantaranya adalah;

Masa inkubasi: Penyakit Monkeypox akan mengalami masa inkubasi selama 6-13 hari. pada masa inkubasi belum terdapat gejala dan belum menular. Penularan biasanya mulai terjadi pada fase prodromal ketika gejala awal muncul.

Fase prodromal/pre-erupsi: Gejala mulai muncul pada fase prodromal/pre-erupsi, gejala yang terjadi pada fase tersebut adalah demam (38,5-40ºC), lemas, nyeri kepala, pembesaran kelenjar getah bening, nyeri otot dan punggung, tidak bertenaga. Dapat dijumpai nyeri tenggorokan, batuk, sesak napas, diare, dan nyeri perut. Pada fase ini virus mulai menular.

Fase erupsi atau eksantema: Periode ini terjadi pada hari ke-1 hingga ke-10 setelah demam. Gejala ditandai dengan mulai munculnya lesi pada kulit dan menyebar secara sentrifugal ke seluruh badan termasuk wajah, telapak tangan, dan kaki. Lesi cacar monyet mirip dengan lesi kulit cacar, yaitu lesi bersifat monomorfik, padat, terdapat umbilikasi sentral pada beberapa lesi, dan berukuran seperti kacang polong. Lesi yang muncul ini akan mengalami perubahan dari makula, papula, vesikel, pustula, dan krusta. Krusta akan terlihat 10 hari sejak lesi awal muncul dan menghilang total 2-4 minggu kemudian. Pada fase ini juga penularan masih terjadi dan akan berakhir ketika seluruh krusta sudah terlepas (Kuncoro, 2023).

Pencegahan penyebaran Monkeypox dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya adalah;

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat: yaitu dengan rajin mencuci tangan, menghindari kontak dengan hewan terinfeksi seperti tikus, primata, atau hewan liar.

Meminimalisir kontak dengan pasien Monkeypox: Tipe kontak meliputi kontak tatap wajah, kontak fisik langsung (termasuk kontak seksual), kontak dengan barang (fomite) terkontaminasi seperti seprai, handuk, atau objek yang digunakan bersama.

Pengobatan terhadap pasien Monkeypox hingga saat ini belum ada terapi spesifik untuk infeksi cacar monyet, sehingga terapi yang dilakukan bersifat suportif dan simptomatik untuk meringankan gejala dan mencegah komplikasi. Terapi simtomatik adalah antipiretik, antinyeri, nutrisi, dan hidrasi yang baik, serta menjaga kebersihan orofaring dengan berkumur antiseptik/air garam. Selain itu Manajemen lesi kulit perlu dilakukan dengan benar agar mengurangi ketidaknyamanan, mempercepat penyembuhan lesi, mencegah komplikasi seperti infeksi sekunder, dan eksfoliasi kulit. Penderita dianjurkan agar tidak menggaruk lesi, menjaga agar lesi tetap bersih dan kering untuk mencegah infeksi sekunder, serta lesi tidak perlu dirawat tertutup.


Dalam menghadapi penyebaran penyakit Monkeypox, penting bagi masyarakat untuk tetap waspada dan menerapkan tindakan pencegahan yang sesuai. Upaya pencegahan, seperti menjaga kebersihan diri, meminimalisir kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi, serta menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), menjadi kunci penting dalam menekan risiko infeksi. Meskipun hingga saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk infeksi Monkeypox, pengobatan suportif yang tepat dapat membantu meringankan gejala dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Selain itu, kerjasama antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencegah penyebaran lebih luas dan menjaga kesehatan publik. Dengan penanganan yang tepat dan disiplin, diharapkan penyakit Monkeypox dapat dikelola dengan baik, sehingga tidak menjadi ancaman yang lebih besar bagi kesehatan global.


DAFTAR PUSTAKA

Budiyarto, L., Sabila, A. A., & Putri, H. C. (2023). Infeksi Cacar Monyet (Monkeypox). Jurnal Medika Hutama, 4(02 Januari), 3224-3236.

Kuncoro, C. S. (2023). Monkeypox: Manifestasi dan Diagnosis. Cermin Dunia Kedokteran, 50(1), 11-15.

1 view0 comments

Recent Posts

See All

Comentários


Post: Blog2_Post
bottom of page