top of page
Search

MENGAPA MATAHARI BERUBAH JINGGA KETIKA MENJELANG SENJA?

Halo Sobat LSIST!

Siapa di sini yang suka sama warna jingga ketika senja? Wah, pastinya banyak ya bahkan mimin juga. Tapi, pernah gak sih kalian bertanya “Kenapa ya, matahari kok warnanya bisa berubah menjadi jingga saat menjelang senja?”. Penasaran bagaimana jawabannya? Oleh karena itu, yuk kita cari tahu bersama.


Matahari yang berubah menjadi jingga ketika menjelang senja adalah fenomena yang sering ditemui oleh manusia. Perubahan warna ini disebabkan oleh proses hamburan cahaya yang terjadi ketika sinar matahari menabrak lapisan atmosfer. Penghamburan cahaya ini juga dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya debu, asap, dan partikel lain yang berada di udara (Riyani, 2020).


Cahaya merupakan salah satu bentuk gelombang elektromagnetik. Jarak antara puncak gelombang elektromagnetik disebut panjang gelombang. Panjang gelombang berkisar antara kurang dari 1 nanometer hingga lebih dari 1 kilometer.  Cahaya ultraviolet (UV) berada pada daerah panjang gelombang dari 100 sampai 380 nm. Keseluruhan kisaran radiasi ini dikenal sebagai spektrum elektromagnetik (Papid Handoko, 2018). 


Proses Hamburan Cahaya

Cahaya yang dipancarkan oleh Matahari terdiri dari berbagai panjang gelombang, termasuk biru, ungu, merah, oranye, dan merah muda. Ketika sinar matahari menabrak lapisan atmosfer, cahaya dengan panjang gelombang pendek seperti biru dan ungu dihamburkan oleh molekul-molekul di atmosfer. Molekul-molekul ini berisi gas-gas seperti nitrogen dan oksigen yang memiliki energi kinetik yang cukup untuk menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang pendek (Rizal, 2018). Sehingga pada siang hari yang cerah langit akan tampak biru. 

Peran Awan

Namun, saat matahari terbenam, cahaya mengambil jalur yang lebih panjang melalui atmosfer ke mata daripada saat siang hari sehingga sebagian besar warna biru telah menyebar jauh sebelum cahaya mencapai mata. Akibatnya, spektrum cahaya yang sampai pada mata adalah gelombang cahaya tampak dengan panjang gelombang terbesar dan nilai hamburan yang kecil. Spektrum cahaya tampak dengan panjang gelombang terbesar adalah merah dan jingga.  Cahaya ini tidak dihamburkan oleh molekul-molekul di atmosfer. Sebaliknya,  melewati dan mengenai awan yang terbentang di langit (Surtiana, 2018). Awan dapat berupa awan cumulus, awan stratus, atau awan cirrus (Kristanto et al., 2017). Awan-awan ini memiliki partikel-partikel yang lebih besar daripada molekul-molekul di atmosfer, sehingga mereka dapat memantulkan cahaya dengan panjang gelombang lebih panjang.

Perubahan Warna Matahari

Jika awan tidak ada, tidak ada yang bisa dipantulkan oleh cahaya berwarna. Karena itu, warna jingga menjadi dominan ketika Matahari terbenam. Warna jingga ini disebabkan oleh cahaya merah dan oranye yang melewati dan mengenai awan, sehingga warna-warna ini menjadi lebih terlihat.


Matahari yang berubah menjadi jingga ketika menjelang senja disebabkan oleh proses hamburan cahaya yang terjadi ketika sinar matahari menabrak lapisan atmosfer. Cahaya biru dan ungu dengan panjang gelombang pendek dihamburkan oleh molekul-molekul di atmosfer, sementara cahaya merah dan jingga dengan panjang gelombang lebih panjang melewati dan mengenai awan. Jika awan tidak ada, tidak ada yang bisa dipantulkan oleh cahaya berwarna. Karena itu, warna jingga menjadi dominan ketika matahari terbenam.


REFERENSI

Kristanto, Y., Agustin, T., & Muhammad, F. R. (2017). Pendugaan Karakteristik Awan Berdasarkan Data Spektral Citra Satelit Resolusi Spasial Menengah Landsat 8 OLI/TIRS (Studi Kasus: Provinsi DKI Jakarta). Jurnal Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika, 4(2), 42–51. https://doi.org/10.36754/jmkg.v4i2.46


Papid Handoko, Y. fajaryanti. (2018). Pengaruh Spektrum Cahaya Tampak Terhadap Laju Fotosintesis Tanaman Air Hydrilla Verticillata. Seminar Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS, 3(1), 1–5.


Riyani, M. R. E. (2020). Verifikasi Metode Uji Kromium Heksavalen Pada Cat Tembok Secara Spektrofotometri Uv-Visibel Di Laboratorium Balai Besar Kimia Dan Kemasan. (Tugas akhir, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta). https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/28413;jsessionid=1A87B7F9A1C173977FEDB5A2DD796CBA


Rizal, R. (2018). Mitos dan Eksplanasi Ilmiah Lembayung Senja. Jurnal Filsafat Indonesia, 1(1), 16. https://doi.org/10.23887/jfi.v1i1.13970


Surtiana, Y. (2018). Dibalik Fakta dan Mitos Fenomena Super Blue “Blood” Moon. Jurnal Filsafat Indonesia, 1(1), 30. https://doi.org/10.23887/jfi.v1i1.13972

1 view0 comments

Recent Posts

See All

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page